JURNAL MODUL 2: School Well Being
JURNAL PEMBELAJARAN
MODUL 2
PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL
TOPIK 4
SCHOOL WELL BEING
Disusun oleh:
Nama : Nur Ika Liana, S.Pd
NIM : 2400103926100170
NO. UKG : 4930580101028
Bidang PPG : Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Unit Kerja : MTs Centong Sanankulon Blitar
PPG GURU TERTENTU TAHAP 1 TAHUN 2025
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
TAHUN 2025
Latar Belakang
Sekolah adalah sebuah lembaga pendidikan yang di dalamnya terdapat banyak karakter dengan berbagai peran dan tugasnya masing-masing. Berlangsungnya kegiatan di sekolah tentu tidak lepas dari keberhasilan seluruh karakter yang ada di dalamnya. Dalam mencapai keberhasilan tersebut tentu ada banyak sekali tantangan atau permasalahan yang dihadapi baik dari segi fisik, sosial, emosional, dan lain sebagainya.
Kesejahteraan adalah salah satu faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap kelancaran berbagai kegiatan yang berlangsung di sekolah. Konsep kesejahteraan atau well being adalah kondisi tercukupinya kebutuhan seluruh warga sekolah baik itu siswa maupun tenaga pendidik dan kependidikan. Tanpa adanya kesejahteraan yang dirasakan, maka berbagai kegiatan di sekolah akan berjalan dengan tidak maksimal. Oleh sebab itu maka penerapan School Well-being sangat penting untuk diterapkan diberbagai program dibsekolah baik itu kegiatan pembelajaran ataupun kegiatan yang lainnya.
Definisi School Well Being
Diener (1984) menjelaskan bahwa well-being atau kesejahteraan kita akan berdampak pada sikap dan emosi. Berdasarkan pendapat tersebut dapat kita oahami bahwa sikap dan perilaku kita sangat dipengaruhi oleh bagaimana kondisi kesejahteraan kita. Kondisi kesejahteraan yang buruk dapat membuat kita bersikap tidak baik terhadap lingkungan terutama lingkungan sosial. Apalagi dalam menghadapi permasalahan tentu setiap orang harus dapat mengatasinya dalam keadaan yangvsejahtera terutama kesejahteraan mental.
Pada lingkungan sekolah School well-being merujuk pada konsep yang dikemukakan Allardt (sebagaimana dikutip Konu & Rimpela, 2002). Dalam konteks ini, well-being adalah terpenuhinya kebutuhan tertentu dalam diri manusia. Terdapat tiga dimensi well-being yaitu having, loving dan being. Konsep well-being ini kemudian dikonstruksi oleh Konu dan Rimpela (2002) dalam konteks sekolah (school well-being). School well-being adalah kondisi dimana individu dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik materiil maupun non-materiil di sekolah yang terdiri atas empat dimensi yaitu (1) having (kondisi/situasi sekolah), (2) loving (mengarah pada hubungan sosial), (3) being (pemenuhan diri), dan (4) health (kesehatan peserta didik dan guru secara umum).
Dimensi School Well Being
Dimensi school well-being merujuk pada berbagai aspek yang memengaruhi kesejahteraan seluruh warga sekolah, terutama peserta didik, selama berada di lingkungan sekolah. Hascher (dalam Jarvela, 2011) menjelaskan 6 dimensi school well-being atau kondisi sekolah yang membahagiakan, yaitu:
Sikap dan emosi positif terhadap situasi sekolah secara keseluruhan baik dari peserta didik ataupun guru,
Peserta didik memiliki konsep diri yang positif dalam hal akademik. Dalam hal ini peserta didik di sekolah percaya diri dan termotivasi untuk berprestasi,
Guru dan peserta didik menikmati aktivitas sekolah,
Guru dan peserta didik bebas dari kecemasan untuk pergi bersekolah,
Guru dan peserta bebas dari berbagai keluhan mengenai kondisi sekolah,
Tidak ada masalah/konflik yang berat di sekolah.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka sekolah yang telah memenuhi seluruh aspek dapat dikatakan baik dalam menerapkan School Well-being dengan baik. Sedangkan Konu dan Rimpela (2002) menjelaskan empat dimensi terkait school well-being yang penjelasannya sebagai berikut ini.
Memiliki (Having)
Having merujuk pada bagaimana seseorang memandang dan merasakan kondisi sekolah secara keseluruhan. Dimensi ini mencakup aspek fisik lingkungan sekolah seperti kenyamanan, rasa aman, tingkat kebisingan, sirkulasi udara, serta ketersediaan ruang terbuka. Selain itu, aspek ini juga melibatkan kondisi belajar seperti struktur kurikulum dan jumlah siswa per kelas.
Mencintai (Loving)
Loving menggambarkan suasana sosial dalam proses belajar mengajar, mencakup hubungan antara siswa dan guru, antar siswa, serta interaksi dalam kelompok belajar. Dimensi ini berkaitan dengan iklim sosial di sekolah yang terbentuk dari relasi positif antara siswa, guru, dan antar sesama guru, guna menciptakan suasana sekolah yang kondusif, ramah, dan harmonis.
Menjadi (Being)
Being berhubungan dengan seberapa besar individu merasa dihargai dalam lingkungan sekolah. Dalam konteks ini, guru dapat menjalankan tugasnya secara profesional dan merasa dihormati, sementara siswa merasa percaya diri, senang, dan dihargai dalam proses pendidikan. Dimensi ini juga mencakup sejauh mana sekolah memberikan ruang kepada siswa untuk berpartisipasi, berkreasi, dan mengembangkan potensi diri mereka.
Kesehatan (Health)
Health mengacu pada kondisi fisik dan mental seluruh warga sekolah, baik siswa maupun guru, yang mendukung terciptanya lingkungan belajar yang sehat dan seimbang.
Faktor dalam School Well Being
Faktor dalam School Well-being adalah berbagai sebab atau faktor yang sangat berpengaruh terhadap terealisasinya School Well-being. Faktor tersebut sangat beragam, dapat berasal dari pihat guru, siswa, lingkungan sekolah, dan lainnya. Ramberg, dkk (2019) menjelaskan bahwa stres pada guru dapat memengaruhi kesejahteraan sekolah, khususnya peserta didik. Tugas dan tanggung jawab yang berat membuat guru berisiko mengalami stres. Kondisi ini dapat menghambat kelancaran komunikasi antara guru dan peserta didik, serta mengurangi kemampuan guru dalam memberikan dukungan optimal. Padahal, peran guru sangat penting dalam mewujudkan lingkungan sekolah yang mendukung kesejahteraan bersama.
Hal lain yang dapat memengaruhi school well-being adalah kemampuan memahami orang lain dalam hal ini bagaimana kemampuan sosial emosional. Roffey (2008) menjelaskan kemampuan ini sebagai emotional literacy. Kemampuan ini dapat mendukung peserta didik beradaptasi dengan budaya sekolah dan meningkatkan proses belajar peserta Refleksi
Selain peran guru dan pihak sekolah, peserta didik juga memiliki andil penting dalam membangun school well-being. Karakteristik pribadi seperti semangat belajar, keterampilan berkomunikasi, kedisiplinan, dan kemampuan untuk bekerja sama turut memengaruhi terciptanya suasana sekolah yang sejahtera. Oleh karena itu, seluruh warga sekolah memiliki tanggung jawab bersama dalam mewujudkan kesejahteraan di lingkungan sekolah.
Iklim Ruang Kelas
Borich (2015) menjelaskan empat tipe iklim dalam ruang kelas yang dapat memengaruhi kesejahteraan di sekolah. Berikut adalah empat iklim/situasi yang bisa terjadi di ruang kelas:
High Control Low Warmth (Kontrol tinggi, kehangatan rendah)
Sangat berorientasi pada tugas.
Menggunakan hukuman atau membuat malu.
Jarang/tidak pernah memberikan pujian.
Guru yang memiliki inisiatif
Lebih berpusat pada guru/ guru lebih banyak berbicara.
High Control High Warmth (Kontrol tinggi, kehangatan tinggi)
Memberikan hadiah/pujian bagi perilaku yang diinginkan
Menanggapi peserta didik.
Berfokus pada tugas.
Kebanyakan inisiatif dari guru.
Guru banyak menjadi fokus/lebih banyak berbicara.
Low Control High Warmth (Kontrol rendah, kehangatan tinggi)
Seringkali memberikan pujian.
Peraturan yang informal.
Peserta didik dapat menanggapi dengan spontan.
Guru berperan sebagai moderator atau partisipan.
Low Control Low Warmth (Kontrol rendah, kehangatan rendah)
Guru seringkali membentak.
Sedikit peraturan di kelas.
Guru berbicara untuk meminimalisir perilaku peserta didik.
Kurang adanya kegiatan atau tugas.
Aksi Nyata
Bagaimana Anda sebagai guru mengelola emosi supaya bisa berpengaruh positif pada lingkungan pembelajaran Anda?
Sebagai seorang guru IPS yang mengajar fase D atau MTs, saya merasa seringkali terjadi suasana sekolah yang tidak kondusif baik di di dalam ataupun di luar ruang kelas. Berbagai suasana yang tidak kondusif tersebut dapat berpotensi membuat emosi menjadi labil dan tidak baik jika dibiarkan secara terus menerus. Untuk mengatasi atau mengontrol serta memininalisir terjadinya hal tersebut maka beberapa hal yang saya lakukan antara lain adalah:
Melatih diri untuk selalu tenang dan tidak gegabah
Setiap hari adalah cerita dan pengalaman yang berbeda dan terkadang ada saja kejadian atau masalah yang timbul. Saya berusaha untuk tenang dan selalu mencoba untuk berfikir terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan yang berkaitan dengan masalah tersebut.
Membangun hubungan baik dengan sesama teman sejawat
Berinteraksi aktif dengan sesama tenaga pendidik dan kependidikan. Melakukan perbincangan yang membangun serta tidak menyinggung atau berkonotasi negatif.
Membangun hubungan baik dengan siswa
Berinteraksi aktif dengan siswa baik di dalam maupun di luar kelas. Saya juga melakukan kegiatan yang menyenangkan selama pembelajaran denhan menggunakan model pembelajaran yang menyenang serta melakukan kegiatan ice breaking saat diperlukan.
Melakukan refleksi diri
Mengoreksi dan merefleksi diri sendiri berdasarkan peristiwa yang berlangsung di sekolah dan bagaimana saya menyikapinya. Hal ini sangat penting untuk mengevaluasi sebagai bentuk upgrade diri terutama dalam hal kontrol emosi.
bagaimana menciptakan lingkungan positif dengan kemampuan peserta didik yang beragam?
Peran utama guru dilakukan di dalam kelas. Tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja, guru juga perlu menanamkan berbagai nilai kehidupan kepada seluruh peserta didik dengan keragaman karakternya masing-masing. Untuk itu saya berusaha untuk menciptakan suasana kelas yang positif dan kondusif agar seluruh peserta didik dapat berinteraksi, menerima ilmu, serta berkembang secara baik melalui kegiatan pembelajaran. Berikut ini adalah beberapa hal yang saya lakukan untuk merealisasikan hal tersebut diantaranya adalah:
Melakukan pembelajaran berdiferensiasi
Setiap peserta didik memiliki karakteristik yang unik, baik dari segi kognitif, sosial, dan emosional. Pembelajaran berdiferensiasi dapat dilakukan berdasarkan salah satu faktor pembedanya. Dengan demikian makan tingkat stres peserta didik saat kegiatan pembelajaran di kelas dapat ditekan.
Memberikan apresiasi untuk setiap usaha yang peserta didik lakukan
Setiap tentu berkembang dengan kecepatannya masing-masing. Sebagian dari mereka mungkin memiliki kemampuan yang unggul, namun sebagiannya lagi memiliki kemampuan yang masih berkembang. Jika terdapat hal yang demikian maka membsndingkan adalah hal yang sebaiknya tidak dilakukan. Saya akan mengapresiasi setiap perkembangan peserta didik dengan memberikan jempol dan memberikan semangat.
Melakukan refleksi di akhir pembelajaran
Mengulas kembali mengenai keikutsertaan dan keaktifan peserta didik selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal tersebut sangat penting dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik bahwa mereka telah sangat baik dalam melakukan kegiatan di dalam kelas.
Refleksi
Setelah mempelajari modul tentang pembelajaran sosial emosional saya mengerti bahwa sekolah bukan hanya tempat untuk mentransfer ilmu semata, namun juga tempat untuk membentuk peserta didik agar mampu berkembang dalam hal sosial dan emosi. Hal ini dapat diidentifikasi dari kemampuan mereka dalam bersosialisasi dan mengelola emosi selama berada di lingkungan sekolah. Kemampun sosial emosional tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan kognitif masing-masing individu.
Pada modul kali ini yang saya coba untuk terapkan adalah School Well being. Penerapan School Well Being yang saya lakukan kali ini lebih berfokus pada kegiatan pembelajaran yang saya lakukan di dalam kelas. Saya melakukan pembelajaran seperti biasa, namun pada pembelajaran kali ini saya juga mencoba untuk berfokus pada pengamatan terhadap kondisi emosional peserta didik.
Dalam kegiatan pembelajaran tersebut saya melakukan kegiatan pembukaan, inti, dan penutup pembelajaran dengan suasana hati yang baik sehingga saya dapat mentransfer ilmu dengan menggunakan nada dan bahasa yang baik pula terhadap peserta didik. Dalam kegiatan pembelajaran saya menggunakan kegiatan yang mnarik. Di sela-sela kegiatan pembelajaran juga saya lakukan ice breaking.
Setelah menerapkan kegiatan pembelajaran tersebut saya merasa kegiatan pembelajaran di dalam kelas terasa begitu cepat dan tidak membosankan. Seluruh peserta didik dapat antusias mengikuti kegiatan yang saya rencanakan, sehingga mereka dapat menyerap dan berkembang sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki dengan baik.
DOKUMENTASI
Penerapan School Well Being saat pembelajaran
Bagus sekali bu, penerapan school well-being di dalam pembelajaran, dengan ice breaking itu memberikan semangat peserta didik buat proses pembelajaran di dalam kelas
BalasHapussetelah membaca jurnal bu ika saya sangat suka tentang penerapan scooll weell being pada pembelajarannya. kelihatan anak- anak merasa semakin aktif dan merasa nyaman
BalasHapusPenerapan yg dilakukan sangat bagus, dengan pendekatan tersebut Bu Ika sebagai seorang pendidik bisa memahami Peserta Didik yg notabene memiliki karakteristik yg berbeda-beda, sehingga mampu menyampaikn materi sesuai dengan karakter Peserta Didik, dan mereka bisa memahami materi yg di sampaikan oleh guru
BalasHapus